Untuk meningkatkan minat belajar anak dilakukan dengan berbagai cara. Di antaranya belajar interaktif. Belajar interaktif sangat menantang. Di bawah ini ada beberapa soal IPA interaktif dan non interaktif yang dapat didownload
Try Out 1 BIO SMP
Try Out 1 BIG SMP
Try Out 4 BIG SMP
Try Out 3 BIO SMP
Try Out 3 BIG SMP 
Try Out 6 BIG SMP 
Berharap Kebaikan. Naluri semua orang menginginkan kebaikan. Semua orang juga paham bahwa kebaikan berasal dari kebaikan. Kebaikan diawali dari niat baik kemudian direalisasikan melalui jalan yang baik pula. Buah kebaikan selalu berasal dari pohon kebaikan. Siapa menanam pohon kebaikan dia berhak memanen buah kebaikan. Sebaliknya siapa menanam pohon keburukan dia tidak berhak memanen buah kebaikan. Jangankan memanen kebaikan berharap saja tidak berhak. Karena keburukan selalu menghasilkan keburukan. Keburukan tidak pernah menghasilkan kebaikan. Jadi tidak logis jika orang melakukan keburukan mengharap kebaikan. Namun realita saat ini bicara lain. Sering kali kita menyaksikan orang yang punya niat buruk, merealisasikan niatnya dengan jalan yang buruk pula tetapi lisannya berharap kebaikan. Contoh yang paling sering kita temukan adalah kelakuan sebagian pejabat di sekitar kita. Sebagian pejabat kita meraih jabatan dengan cara KKN. Untuk mendapatkan jabatan mereka harus mengeluarkan uang suap. Setelah jabatan diraih pertama kali yang mereka pikirkan adalah bagaimana caranya agar modal kembali secepat-cepatnya. Jalan yang mereka lalui tidak lain adalah korupsi dan manipulasi. Suap adalah perbuatan buruk, keinginan kembali modal adalah niat buruk, korupsi adalah jalan yang buruk pula. Keburukan selalu berbuah keburukan. Walaupun demikian mereka tidak pernah merasa bahwa itu sebuah keburukan. Dengan enteng mereka mengucap syukur alhamdulillah, jabatan adalah amanah yang harus ditunaikan. Mudah-mudahan Allah memberi petunjuk dan membimbing ke arah kebaikan. Kalimat terakhir adalah kalimat baik. Kalimat yang berisi harapan tentang kebaikan. Tetapi kebaikan itu tidak bisa dihubungkan dengan keadaan sebelumnya yang buruk. Dua kondisi yang kontradiksi. Mana mungkin Allah yang Maha Baik membimbing penyuap dan koruptor. Itu namanya pelecehan terhadap Allah serta pengingkaran terhadap sifat Allah yang Maha Baik dan Maha segalanya. Pelecehan menjadi hal biasa dilakukan lebih-lebih ketika dilantik mereka mengucapkan sumpah atas nama Allah dan kepala mereka dinaungi kitab suci. Serta dalam acara pelantikan tersebut dikumandangkan doa mohon kebaikan kepada yang Maha Baik. Mohon ditunjukkan jalan ke arah kebaikan. Sekali lagi pelecehan terjadi. Minta kebaikan tetapi tidak pernah melakukan kebaikan. Pelecehan menjadi sempurna.Keadaan ini dapat disamakan dengan orang yang menghiba minta diberi air minum. Tetapi setelah diberi, air tersebut tidak diminum bahkan dibuang. Kemudian minta lagi, diberi lagi, dibuang lagi. Begitu terjadi berulang-ulang. Logikanya lama-lama orang yang dimintai air tentu marah karena merasa dipermainkan. Atau menganggap orang yang minta minum adalah orang gila.
Pelecehan demi pelecehan tentu tidak berakhir begitu saja tanpa akibat. Ada sebab maka timbul akibat. Bisa jadi pelecehan merupakan puncak dari keburukan. Jika keburukan sudah memuncak maka akibatnya adalah bencana. Bencana tidak memilih-milih. Bencana tidak hanya menimpa orang yang melakukan pelecehan saja, orang yang jujur dan selalu berbuat baikpun bisa jadi terkena imbasnya. Bencana akan menimpa semuanya. Sekilas keadaan ini sepertinya tidak adil. Timbul pertanyaan, mengapa orang baik juga dilanda bencana ? Bukankah biangnya adalah keburukan ? Jawabannya sederhana saja. Jika tidak ingin dilanda bencana jangan egois tentang kebaikan. Jangan menggenggam kebaikan hanya untuk diri sendiri. Lakukan perbuatan nyata yang merupakan manifestasi dari kebaikan. Kebaikan milik semua. Lakukan kebaikan untuk semua. Kita harus membuktikan bahwa kebaikan mampu mengalahkan keburukan. Jika keburukan telah tumbang oleh kebaikan, niscaya bencana tidak akan berani mendekat. Bencana akan lari menjauh sejauh-jauhnya. Itu baru pantas berharap kebaikan.
Sanksi = Menolong. Ketika rapat kenaikan kelas diputuskan bahwa ada siswa yang harus tinggal kelas. Dalam menyikapi hal itu ada bermacam-macam pendapat. Ada yang membela mati-matian agar siswa tersebut dinaikkan dengan alasan kemanusiaan. Dari sekian alasan yang membela ada kesamaan penilaian yaitu kasihan. Kasihan kita mesti menolong dia, hanya itu yang bisa kita lakukan untuk mengantar menuju masa depannya. Dalam kontek ini perbedaan menolong dengan menjerumuskan menjadi kabur, menjadi sulit dibedakan. Tidak menaikkan diartikan anti pendidikan, pembunuhan atau memfonis masa depan siswa kiamat. Sebaliknya menaikkan dianggap pro pendidikan, pro kemanusiaan. Menolong menaikkan siswa yang tidak memenuhi syarat sejatinya adalah menjerumuskan. Siswa yang ‘ditolong’ menjadi tidak menyadari kekurangannya. Banyak tipe siswa yang memerlukan sanksi dalam pembinaan. Dalam hal ini sanksi menjadi bagian penting dari proses mendidik. Kehadiran sanksi menjadi mutlak diperlukan. Karena tanpa sanksi pendidikan tidak efektif. Banyak contoh siswa yang awalnya tidak naik kelas justru dikemudian hari dia menjadi orang sukses. Ini bukti bahwa tidak menaikkan justru sebuah pendidikan yang efektif. Efektif karena terbukti mampu mengantarkan siswa menuju masa depan yang gemilang. Siswa semacam ini perlu mendapat sanksi untuk termotivasi menjadi lebih baik. Sanksi menolong dia dalam menemukan jati diri.
Instrumen Monitoring Guru Sertifikasi. Guru sertifikasi perlu dimonitoring supaya kenerjanya semakin meningkat. Namanya orang jika tidak ada pengawasan biasanya menjadi semaunya. Pemerintah berkepentingan meningkatkan kinerja guru. Karenadengan meningkatnya kinerja guru mutu pendidikan menjadi meningkat. Dengan meningkatnya mutu pendidikan diharapkan semua aspek sosial politik menjadi tertata. Muaranya menuju bangsa madani.
Kinerja artinya prestasi kerja. Area kerja guru lebih banyak di dalam kelas.  Itu artinya prestasi kerja guru lebih mudah dilihat dari kegiatannya di dalam kelas. Bagaimana guru menggunakan pendekatan, model, srtategi, metode dalam berkomunikasi dengan siswa. Guru yang kinerjanya bagus adalah guru yang sukses menemani siswanya belajar dengan enjoy di dalam kelas. Siswa menjadi kecanduan belajar apa saja tanpa batas. Tidak ada waktu tanpa belajar. Guru tinggal menunjukkan jalan saja jangan sampai ada siswa yang tersesat. Monitoring guru hendaknya dilakukan saat dia menemani siswa di dalam kelas, sehingga jika guru menemui kesulitan dapat segera terdeteksi. Sayangnya monitoring guru yang dilaksanakan saat ini hanya sebatas kepemilikan administrasi belaka. Instrumen monitoring macam ini banyak kelemahannya. Guru yang tidak pernah masuk kelas pun dapat memenuhi tuntutan instrumen tersebut. Guru yang tidak pernah masuk kelas pun dapat memiliki nilai 100 karena yang dinilai hanya kepemilikan administrasi. Kelemahan yang kedua, instrumen tersebut menjadikan guru harus berbohong. Kebohongan menjadi wajib hukumnya karena memang secara struktural diberi keleluasaan untuk berbohong, karena tuntutan administrasi yang tidak masuk akal. Berbohong menjadi boleh asal sesuai prosedur. Untuk mendapatkan nilai bagus harus berbohong karena sesuatu yang sebenarnya sederhana dibuat menjadi rumit bukan main. Sesuatu yang tidak pernah dikerjakan terpaksa dibuat administrasinya. Contoh : ulangan harian yang hanya mencakup satu kompetensi dasar harus dibuat kisi-kisi soal. Kisi-kisi soal memang penting tetapi lihat-lihat materinya. Untuk materi yang luas seperti ujian semester perlu membuat kisi-kisi. Untuk ulangan harian satu kompetensi dasar, mestinya kisi-kisi itu sudah di luar kepala. Jika dalam mengajar guru direpotkan dengan administrasi, itu bukan guru profesional namanya.
Guru terpaksa harus membuat peta kompetensi dasar. Padahal peta kompetensi dasar hanya diperlukan oleh mata pelajaran IPA dan IPS. Itupun jika penyajiannya secara tematik. Jika tidak tematik untuk apa membuat peta kompetensi dasar. Untuk apa membuat administrasi yang tidak pernah dilakukan ? Adanya tugas terstruktur dan tidak terstruktur, rencana penilaian, program tindak lanjut yang berdiri sendiri semakin merepotkan guru. Adanya administrasi itu bukannya memudahkan guru dalam melaksanakan tugas tetapi malah mengganggu. Mau mengajar dua jam pelajaran saja harus menyiapkan administrasi satu koper. Itukah yang namanya profesional ? Mestinya semua itu cukup disederhanakan dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Bermacam-macam. Sifat manusia bermacam-macam, tidak ada yang sama, seperti sidik jarinya juga tidak ada yang sama. Ada yang luwes gampang bergaul, omongannya serba menyenangkan, pintar mencairkan suasana yang kaku dan beku tapi banyak bohongnya. Ada yang jujur tak pernah bohong tapi kaku dan saklek, selalu ingin menang sendiri. Ada yang berpenampilan menawan, cerdas tapi nglamak. Ada yang selalu mengalah tapi penjilat. Ada yang dermawan, suka menolong tapi suka menceritakan kejelekan orang lain. Kita harus pandai-pandai membawa diri jika bergaul dengan mereka. Jangan sekali-kali terpancing oleh dia yang suka membicarakan kejelekan orang lain. Dengan kita dia membicarakan orang lain, dengan orang lain giliran kitalah yang dibicarakan. Waspadalah jika kita diajak membicarakan kekurangan pimpinan. Jangan sampai mengiyakan dan ‘mbumboni’ apa yang dikatakan. Itu bahaya. Bisa jadi itu sebuah perangkap. Dengan kita dia menceritakan kejelekan pimpinan, dengan pimpinan giliran kitalah yang dilumat sampai habis. Itulah cara dia mencari muka di depan pimpinan.
Itu Yang Sulit. Jika mendengar sesuatu yang benar untuk dilakukan, kita sering membalas dengan jawaban ‘Itu yang sulit’ dalam bahasa jawa ‘Kuwi sing angel’. Sulit atau angel hanya berhenti pada ucapan tidak pernah berusaha untuk diatasi. Karena sulit kemudian dijadikan alasan untuk tidak melakukan kebaikan. Jika teman mendapat rejeki kita diharuskan menekan rasa iri, dengki, sirik dan sejenisnya. Malah kita dianjurkan untuk ikut bersyukur. Itu yang sulit. Sulit memang, betapapun kecilnya rasa iri, dengki, sirik tetap ada. Tetapi jangan lantas perasaan itu ditumbuh suburkan menguasai nafsu kita. Sulit jangan dijadikan alasan untuk tidak melakukan kebaikan. Sulit jangan dijadikan pembenaran berbuat kemungkaran.