Untuk meningkatkan minat belajar anak dilakukan dengan berbagai cara. Di
antaranya belajar interaktif. Belajar interaktif sangat menantang. Di
bawah ini ada beberapa soal IPA interaktif dan non interaktif yang dapat didownload
Sanksi = Menolong. Ketika rapat kenaikan kelas diputuskan bahwa ada
siswa yang harus tinggal kelas. Dalam menyikapi hal itu ada bermacam-macam pendapat.
Ada yang membela mati-matian agar siswa tersebut dinaikkan dengan alasan kemanusiaan.
Dari sekian alasan yang membela ada kesamaan penilaian yaitu kasihan. Kasihan kita
mesti menolong dia, hanya itu yang bisa kita lakukan untuk mengantar menuju
masa depannya. Dalam kontek ini perbedaan menolong
dengan menjerumuskan menjadi kabur,
menjadi sulit dibedakan. Tidak menaikkan diartikan anti pendidikan, pembunuhan
atau memfonis masa depan siswa kiamat. Sebaliknya menaikkan dianggap pro
pendidikan, pro kemanusiaan. Menolong menaikkan siswa yang tidak memenuhi
syarat sejatinya adalah menjerumuskan. Siswa yang ‘ditolong’ menjadi tidak
menyadari kekurangannya. Banyak tipe siswa yang memerlukan sanksi dalam
pembinaan. Dalam hal ini sanksi menjadi bagian penting dari proses mendidik. Kehadiran
sanksi menjadi mutlak diperlukan. Karena tanpa sanksi pendidikan tidak efektif.
Banyak contoh siswa yang awalnya tidak naik kelas justru dikemudian hari dia menjadi
orang sukses. Ini bukti bahwa tidak menaikkan justru sebuah pendidikan yang
efektif. Efektif karena terbukti mampu mengantarkan siswa menuju masa depan
yang gemilang. Siswa semacam ini perlu mendapat sanksi untuk termotivasi
menjadi lebih baik. Sanksi menolong dia dalam menemukan jati diri.
❑Try Out 1 BIO SMP ❑Try Out 1 BIG SMP ❑Try Out 4 BIG SMP | ❑Try Out 3 BIO SMP ❑Try Out 3 BIG SMP ❑Try Out 6 BIG SMP |
Berharap Kebaikan. Naluri semua orang menginginkan kebaikan. Semua orang juga paham bahwa
kebaikan berasal dari kebaikan. Kebaikan diawali dari niat baik kemudian
direalisasikan melalui jalan yang baik pula. Buah kebaikan selalu berasal dari
pohon kebaikan. Siapa menanam pohon kebaikan dia berhak memanen buah kebaikan. Sebaliknya
siapa menanam pohon keburukan dia tidak berhak memanen buah kebaikan. Jangankan
memanen kebaikan berharap saja tidak berhak. Karena keburukan selalu
menghasilkan keburukan. Keburukan tidak pernah menghasilkan kebaikan. Jadi
tidak logis jika orang melakukan keburukan mengharap kebaikan. Namun realita
saat ini bicara lain. Sering kali kita menyaksikan orang yang punya niat buruk,
merealisasikan niatnya dengan jalan yang buruk pula tetapi lisannya berharap
kebaikan. Contoh yang paling sering kita temukan adalah kelakuan sebagian
pejabat di sekitar kita. Sebagian pejabat kita meraih jabatan dengan cara KKN. Untuk
mendapatkan jabatan mereka harus mengeluarkan uang suap. Setelah jabatan diraih
pertama kali yang mereka pikirkan adalah bagaimana caranya agar modal kembali
secepat-cepatnya. Jalan yang mereka lalui tidak lain adalah korupsi dan
manipulasi. Suap adalah perbuatan buruk, keinginan kembali modal adalah niat
buruk, korupsi adalah jalan yang buruk pula. Keburukan selalu berbuah
keburukan. Walaupun demikian mereka tidak pernah merasa bahwa itu sebuah
keburukan. Dengan enteng mereka mengucap syukur alhamdulillah, jabatan adalah
amanah yang harus ditunaikan. Mudah-mudahan Allah memberi petunjuk dan
membimbing ke arah kebaikan. Kalimat terakhir adalah kalimat baik. Kalimat yang
berisi harapan tentang kebaikan. Tetapi kebaikan itu tidak bisa dihubungkan
dengan keadaan sebelumnya yang buruk. Dua kondisi yang kontradiksi. Mana
mungkin Allah yang Maha Baik membimbing penyuap dan koruptor. Itu namanya
pelecehan terhadap Allah serta pengingkaran terhadap sifat Allah yang Maha Baik
dan Maha segalanya. Pelecehan menjadi hal biasa dilakukan lebih-lebih ketika
dilantik mereka mengucapkan sumpah atas nama Allah dan kepala mereka dinaungi
kitab suci. Serta dalam acara pelantikan tersebut dikumandangkan doa mohon
kebaikan kepada yang Maha Baik. Mohon ditunjukkan jalan ke arah kebaikan.
Sekali lagi pelecehan terjadi. Minta kebaikan tetapi tidak pernah melakukan
kebaikan. Pelecehan menjadi sempurna.Keadaan ini
dapat disamakan dengan orang yang menghiba minta diberi air minum. Tetapi
setelah diberi, air tersebut tidak diminum bahkan dibuang. Kemudian minta lagi,
diberi lagi, dibuang lagi. Begitu terjadi berulang-ulang. Logikanya lama-lama
orang yang dimintai air tentu marah karena merasa dipermainkan. Atau menganggap
orang yang minta minum adalah orang gila.
Pelecehan
demi pelecehan tentu tidak berakhir begitu saja tanpa akibat. Ada sebab maka
timbul akibat. Bisa jadi pelecehan merupakan puncak dari keburukan. Jika
keburukan sudah memuncak maka akibatnya adalah bencana. Bencana tidak
memilih-milih. Bencana tidak hanya menimpa orang yang melakukan pelecehan saja,
orang yang jujur dan selalu berbuat baikpun bisa jadi terkena imbasnya. Bencana
akan menimpa semuanya. Sekilas keadaan ini sepertinya tidak adil. Timbul
pertanyaan, mengapa orang baik juga dilanda bencana ? Bukankah biangnya adalah
keburukan ? Jawabannya sederhana saja. Jika tidak ingin dilanda bencana jangan
egois tentang kebaikan. Jangan menggenggam kebaikan hanya untuk diri sendiri.
Lakukan perbuatan nyata yang merupakan manifestasi dari kebaikan. Kebaikan
milik semua. Lakukan kebaikan untuk semua. Kita harus membuktikan bahwa
kebaikan mampu mengalahkan keburukan. Jika keburukan telah tumbang oleh
kebaikan, niscaya bencana tidak akan berani mendekat. Bencana akan lari menjauh
sejauh-jauhnya. Itu baru pantas berharap kebaikan.
Instrumen Monitoring Guru Sertifikasi. Guru
sertifikasi perlu dimonitoring supaya kenerjanya semakin meningkat. Namanya
orang jika tidak ada pengawasan biasanya menjadi semaunya. Pemerintah berkepentingan
meningkatkan kinerja guru. Karenadengan meningkatnya kinerja guru mutu
pendidikan menjadi meningkat. Dengan meningkatnya mutu pendidikan diharapkan
semua aspek sosial politik menjadi tertata. Muaranya menuju bangsa madani.
Kinerja
artinya prestasi kerja. Area kerja guru lebih banyak di dalam kelas. Itu artinya prestasi kerja guru lebih mudah
dilihat dari kegiatannya di dalam kelas. Bagaimana guru menggunakan pendekatan,
model, srtategi, metode dalam berkomunikasi dengan siswa. Guru yang kinerjanya
bagus adalah guru yang sukses menemani siswanya belajar dengan enjoy di dalam
kelas. Siswa menjadi kecanduan belajar apa saja tanpa batas. Tidak ada waktu
tanpa belajar. Guru tinggal menunjukkan jalan saja jangan sampai ada siswa yang
tersesat. Monitoring guru hendaknya dilakukan saat dia menemani siswa di dalam
kelas, sehingga jika guru menemui kesulitan dapat segera terdeteksi. Sayangnya
monitoring guru yang dilaksanakan saat ini hanya sebatas kepemilikan
administrasi belaka. Instrumen monitoring macam ini banyak kelemahannya. Guru
yang tidak pernah masuk kelas pun dapat memenuhi tuntutan instrumen tersebut.
Guru yang tidak pernah masuk kelas pun dapat memiliki nilai 100 karena yang
dinilai hanya kepemilikan administrasi. Kelemahan yang kedua, instrumen
tersebut menjadikan guru harus berbohong. Kebohongan menjadi wajib hukumnya
karena memang secara struktural diberi keleluasaan untuk berbohong, karena
tuntutan administrasi yang tidak masuk akal. Berbohong menjadi boleh asal
sesuai prosedur. Untuk mendapatkan nilai bagus harus berbohong karena sesuatu
yang sebenarnya sederhana dibuat menjadi rumit bukan main. Sesuatu yang tidak
pernah dikerjakan terpaksa dibuat administrasinya. Contoh : ulangan harian yang
hanya mencakup satu kompetensi dasar harus dibuat kisi-kisi soal. Kisi-kisi
soal memang penting tetapi lihat-lihat materinya. Untuk materi yang luas
seperti ujian semester perlu membuat kisi-kisi. Untuk ulangan harian satu
kompetensi dasar, mestinya kisi-kisi itu sudah di luar kepala. Jika dalam mengajar
guru direpotkan dengan administrasi, itu bukan guru profesional namanya.
Guru
terpaksa harus membuat peta kompetensi dasar. Padahal peta kompetensi dasar
hanya diperlukan oleh mata pelajaran IPA dan IPS. Itupun jika penyajiannya
secara tematik. Jika tidak tematik untuk apa membuat peta kompetensi dasar.
Untuk apa membuat administrasi yang tidak pernah dilakukan ? Adanya tugas
terstruktur dan tidak terstruktur, rencana penilaian, program tindak lanjut
yang berdiri sendiri semakin merepotkan guru. Adanya administrasi itu bukannya
memudahkan guru dalam melaksanakan tugas tetapi malah mengganggu. Mau mengajar
dua jam pelajaran saja harus menyiapkan administrasi satu koper. Itukah yang
namanya profesional ? Mestinya semua itu cukup disederhanakan dalam silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran.
Bermacam-macam. Sifat manusia bermacam-macam, tidak ada yang sama,
seperti sidik jarinya juga tidak ada yang sama. Ada yang luwes gampang bergaul,
omongannya serba menyenangkan, pintar mencairkan suasana yang kaku dan beku
tapi banyak bohongnya. Ada yang jujur tak pernah bohong tapi kaku dan saklek,
selalu ingin menang sendiri. Ada yang berpenampilan menawan, cerdas tapi
nglamak. Ada yang selalu mengalah tapi penjilat. Ada yang dermawan, suka
menolong tapi suka menceritakan kejelekan orang lain. Kita harus pandai-pandai
membawa diri jika bergaul dengan mereka. Jangan sekali-kali terpancing oleh dia
yang suka membicarakan kejelekan orang lain. Dengan kita dia membicarakan orang
lain, dengan orang lain giliran kitalah yang dibicarakan. Waspadalah jika kita
diajak membicarakan kekurangan pimpinan. Jangan sampai mengiyakan dan ‘mbumboni’
apa yang dikatakan. Itu bahaya. Bisa jadi itu sebuah perangkap. Dengan kita dia
menceritakan kejelekan pimpinan, dengan pimpinan giliran kitalah yang dilumat
sampai habis. Itulah cara dia mencari muka di depan pimpinan.
Itu Yang Sulit. Jika mendengar sesuatu yang benar untuk dilakukan, kita
sering membalas dengan jawaban ‘Itu yang sulit’ dalam bahasa jawa ‘Kuwi sing
angel’. Sulit atau angel hanya berhenti pada ucapan tidak pernah berusaha untuk
diatasi. Karena sulit kemudian dijadikan alasan untuk tidak melakukan kebaikan.
Jika teman mendapat rejeki kita diharuskan menekan rasa iri, dengki, sirik dan
sejenisnya. Malah kita dianjurkan untuk ikut bersyukur. Itu yang sulit. Sulit
memang, betapapun kecilnya rasa iri, dengki, sirik tetap ada. Tetapi jangan
lantas perasaan itu ditumbuh suburkan menguasai nafsu kita. Sulit jangan dijadikan
alasan untuk tidak melakukan kebaikan. Sulit jangan dijadikan pembenaran
berbuat kemungkaran.