Ada kekuatan di dalam diri kita, jika kita temukan akan membuat kita persis seperti yang selalu kita impikan (Orison S Marden)
Motivasi membuat kita mulai, kebiasaan membuat kita terus bertahan (Jim Ryun)
Harapan saya sebenarnya biasa-biasa saja, tetapi sering mendapat tanggapan yang luar biasa. Itu suatu pertanda bahwa kita hidup dalam kungkungan kesesatan luar biasa. Sesuatu yang sebenarnya hanya biasa-biasa saja menjadi kelihatan luar biasa. Saya hanya berharap adanya kejujuran dan kesungguhan. Terutama bagi para pengambil kebijakan. Bukankah harapan terhadap kejujuran dan kesungguhan itu hanya biasa-biasa saja ? Sebenarnya sering kali saya mencegah ketidak jujuran dengan tangan dan dengan kata-kata, belum sekalipun saya mencegah dengan hati. Karena sesungguhnya itu adalah selemah-lemah iman.
Kontributor buku Dari Guru Untukmu Negeri (Memperingati Hardiknas 2012)
Penerbit Writing Revo Publishing Yogyakarta ISBN 978-602-18484-7-0
1. Guru Soko Guru Perubahan, Fuattutaqwiyah
2. Guru Dan Pembelajaran Berbasis Teknologi Informatikan, Herlina Mus
3. Guru Dan Perannya Dalam Pemberdayaan Penyandang Difabilitas, Kartika Eka Okirianti
4. Guru Di Kelas Tanda Batas, Hutami PudyaMUlyani
5. Guru Ideal Dan Implikasinya Pada Peningkatan Mutu Pendidikan, Titi Haryati Abbas
6. Guru Pendidik Profesional, Fath WS
7. Guru Sebagai Contoh Dalam Pembentukan Karakter Siswa, Endeh Kursiyah
8. Guru Teladan Tanpa Tanda Jasa, Ikhsan
9. Guru Makin Menderita Makin Berjasa, Widya Sari
10. Investasi Intelektual Berkarakter Bangsa,   Edy Sutrisno
11. Kreativitas Guru : Cerdas, Cermat Dalam Kelas, Nova Maulani
12. Guru Seberapa Jauh Peranmu, Mariyanti
13. Mari Beri Label Positif Pada Anak Didik Kita, Mulyoto
14. Menyentuh Kebhinnekaan Dalam Kelas Pelangi, Bambang Kariyawan YS
15. Memahami Gaya Belajar Siswa, Zul Astri
16. Peran Guru Dalam Menanamkan Nilai Moral, Mulyoto
17. Multi Peran Seorang Guru, Nurul Kartikaningsih
18. Reposisi Peran Guru Sekolah Dasar, Edy Sutrisno
19. Mengoptimalkan Bakat Anak Didik, Nurfitrini Ramadhani
20. UN Bukan Biangnya, Nurwahyudi Agustiawan
21. Urgensi Keteladanan Bagi Seorang Guru Agama, Rhoni Rodin
22. Guru Dengan Tanganmu Membentuk Wajah Pendidikan, Ratih Oktaria
23. Amal Jariyah Guru Madrasah Diniyah, Nimas Kinanthi
 10 Besar Lomba Menulis Fanfren 2012
1. Sofyan Adi,  Awas Pencuri Nekad !!! Bangunan Rumah Anda Hilang dalam Sekejap !!
    2. Zackia Ahmad,  Tak Mampu Bayar SPP, Siswi MA Bunuh Diri(Satu Lagi Tragedi dan Potret Kelam Pendidikan Kita)
3. Endah CS, "Children Protective" Ala Ustadz Kota Versus Ustadz Kampung
4. Yayoe, Tren Lajang-Janda, Tren Oedypus Complex, Akibat Perlakuan Ibu Yang Salah
5 .Dewi Gita Kartika,  Mental Anak Bangsa
6. Noey Khazanah, Artis Berdandan Nyeleneh .. Bahagiakah Mereka?
7. Adeuny, Pandang Mereka Seperti Manusia Lainnya
8. Nurwahyudi Agustiawan, Refleksi Menuju Dedikasi
9. Sapta Ryadi, Jangan Gampang Tergiur Pemberi Modal Usaha (Mereka Pencuri)
10.Neng Atiyah,  Apa Yang Telah Kalian Berikan Untuk Indonesia ?
Pemenang Kisah Guru 2012 IGI
1 Ria fariana Belajar bahasa Inggris, Have Fun SMP Islam Al kamal Surabaya 2 Ameliasari Ada yang salah  MAN Kota Salatiga
3 Astuti Parengkuh Cita-Cita Sholeh  lembaga parenting(KPPA Benih, Solo) 
4 Heriyanto Read and Run Game  SMAN Glenmore Banyuwangi
5 Susilo Rahayu Pembelajaranku yang Menyenangkan SMA Negeri Taliabu Selatan Kab. Kepulauan Sula
6 Lidiawati Harahap Please, Guess Where am I ? MTS Yaqubiyah kec. Padang Bolak Padang Lawas Utara Sum Ut.
7 Iden Wildensyah Bertualang ke Masa lalu  Rumah Belajar Semi Palar
8 Irmayanti Dituduh Guru favorit  SMA An-Nurmaniyah, Tangerang, Banten.
9 Kusnandar Putra Gelas Pendidik  SMP Islam Tanwirusunnah Kab. Gowa
10 NurKholis Ainunnajib Mendobrak jeruji Besi 

11 Nurwahyudi Agustiawan Menunjukkan Jalan dengan Murder SMPN 1 Pitu Ngawi
Juara Olimpiade Guru SMP Kab. Ngawi 2012
A. Fisika
1. Nurwahyudi Agustiawan (SMPN 1 Pitu)
2. Riris Nur Hayati (SMP PGRI Padas)
3. Ibnu Malik Fandi (SMPN 2 Paron)
B. Matematika
1. Anisah Nurainbi (SMPN 1 Kedunggalar)
2. Rushari (SMPN 3 Ngawi)
3. Tri Hariyono (SMPN 2 Ngawi)
Bedanya Kita Dengan Mereka. Kita sering membanggakan diri sebagai bangsa besar. Bangsa timur yang ramah lagi sopan. Bangsa beradab yang religius. Sebuah bangsa yang merasa paling beruntung. Karena mempunyai daratan yang luas lagi subur, mempunyai laut yang luas penuh ikan. Mempunyai kekayaan alam melimpah ruah. Mempunyai tambang dari minyak hingga emas. Mempunyai nenek moyang gagah perkasa yang wibawanya membahana keseluruh dunia.
Ternyata rasa bangga yang begitu membabi buta ini pada akhirnya malah menimbulkan petaka. Karena merasa diri sebagai bangsa yang besar, akhirnya menjadi pongah. Sekalipun melakukan kesalahan segede gunung tetap PD aja merasa diri tetap sebagai bangsa beradab. Tidak merasa kesalahan itu sebagai aib. Jika ketahuan, dengan enteng balik menuduh orang lain sebagai penyebar fitnah, pembunuh karakter dan pencemar nama baik. Dengan berbagai cara membela diri sejadi-jadinya. Perangai seperti ini semakin sering kita jumpai karena begitu seringnya dipertontonkan oleh sebagian pemimpin kita. Sepertinya mereka sudah sepakat membuat aturan sendiri bahwa : Pemimpin harus lalim, pejabat harus jahat, petinggi harus korupsi. Begitulah perangai sebagian pemimpin kita. Memang tidak semua seperti itu. Pemimpin baik bukannya tidak ada. Ada pemimpin yang baik, tetapi mereka kalah populer dengan pemimpin lalim. Sebagian rakyat juga tidak tertarik memilih pemimpin baik. Mereka justru ketakutan jika mempunyai pemimpin baik. Karena kebiasaan maksiat akan tamat jika punya pemimpin baik. Mereka lebih suka memilih pemimpin yang ‘melegalkan’ kemaksiatan. Pemimpin yang pura-pura memberantas maksiat tetapi sejatinya memeliharanya. Pemimpin yang sebelumnya dikenal sebagai tukang suap, tukang mabok, tukang selingkuh dan ahli korupsi. Setelah menjadi pemimpin tentu semua semakin menjadi-jadi dan semakin banyak makan korban. Tidak aneh jika mereka tetap selamat. Mereka tidak peduli dengan nama baik. Citra yang begitu kelam dengan mudah dapat disulap menjadi cling dalam sekejap. Menjelang pilkada/pileg mereka mendekati rakyat dengan iming-iming fulus puluhan ribu. Yang aneh lagi rakyat menerima dengan gembira. Sebagian rakyat yang awalnya merasa dibohongi dan ditindaspun tidak mau ketinggalan. Kebohongan dan penindasan yang dialami bertahun-tahun dengan cepat sirna hanya dengan uang puluhan ribu. Begitu rendahnya harga sebuah harapan. Harapan mengganti pemimpin lama yang pongah dengan pemimpin baru yang amanah hanya menjadi wacana. Keinginan dan harapan mulia itu lenyap begitu uang sogokan di tangan. Sepertinya mereka sepakat membuat aturan sendiri : Terima uangnya, lupakan kesalahannya. Uang yang jumlahnya tidak sebanding dengan kesengsaraan berkepanjangan di masa datang.
Jika kita bandingkan dengan negara lain ternyata kita tidak ada apa-apanya. Negara yang kita tuduh sebagai negara sekuler, negara yang penuh kebebasan dan kemaksiatan, ternyata kita tertinggal jauh. Pemimpin di negara yang tidak mengenal ‘adab kesopanan’ tersebut kenyataannya bersih hampir tanpa cela. Mereka tidak lalim kepada rakyatnya, mereka tidak jahat, mereka bukan koruptor, mereka bukan tukang selingkuh. Jika salah seorang diantara mereka kedapatan mabuk dan mengendarai mobil kemudian ditilang, esoknya semua media masa memberitakan. Dan seketika itu juga dia langsung mengundurkan diri. Atau jika tidak mengundurkan diri dia dipaksa harus meletakkan jabatan. Kesalahan yang mungkin dapat dibilang tidak keterlaluan saja begitu fatal akibatnya bagi seorang pemimpin. Dia yang menjadi pemimpin harus benar-benar bersih, jujur dan bermartabat. Orang-orang yang kita nilai tidak beradab ternyata jauh lebih beradab. Orang-orang yang kita nilai tidak bermoral ternyata menghendaki pemimpin yang bermartabat tanpa cacat. Sejelek-jelek mereka tetap menjatuhkan pilihan kepada orang baik sebagai pemimpin.
Itulah bedanya kita dengan mereka. Akankah kita tetap bangga menjadi bangsa besar yang dipimpin oleh para pecundang. Oleh pemabuk, oleh koruptor, oleh tukang selingkuh. Kita yang merasa menjadi bangsa besar malah memilih pemimpin barbar.